Skrining sifilis adalah pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang dihasilkan tubuh untuk melawan bakteri penyebab sifilis. Terkadang, skrining sifilis juga dapat dilakukan dengan langsung mencari keberadaan bakteri yang menyebabkan sifilis.
Sifilis adalah jenis infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum (T. pallidum). Bakteri ini menyebabkan infeksi jika masuk ke tubuh melalui luka terbuka di kulit atau melalui kelamin. Sifilis paling sering menular melalui hubungan seks, tetapi penularan juga bisa terjadi dari ibu hamil ke janin.
Skrining sifilis penting untuk dilakukan karena penyakit ini bisa bertahan di tubuh dalam waktu yang lama, tanpa menimbulkan gejala. Jika tidak ditangani, sifilis dapat menyebabkan kebutaan, kelumpuhan, bahkan kematian. Pada ibu hamil, sifilis berisiko tinggi menyebabkan kematian pada bayi.
Skrining sifilis dapat membantu dokter untuk mendiagnosis sifilis, terutama pada tahap awal. Dengan begitu, pasien akan lebih mudah diobati dan komplikasi sifilis juga dapat dihindari.
Indikasi Skrining Sifilis
Sifilis dapat menular melalui hubungan seksual. Oleh sebab itu, dokter menganjurkan skrining sifilis pada kelompok individu berikut:
- Pekerja seks komersial
- Penderita HIV yang masih aktif berhubungan seksual
- Pasangan dari penderita sifilis
- Orang yang sering berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual dan tidak mengenakan kondom
- Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki
Karena dapat berakibat fatal pada bayi, semua ibu hamil disarankan untuk menjalani skrining sifilis. Skrining dianjurkan pada saat pertama kali kontrol kehamilan. Apabila ibu hamil berisiko tinggi memiliki sifilis, skrining diulang pada trimester ketiga dan menjelang waktu persalinan.
Jenis Skrining Sifilis
Skrining sifilis dapat dilakukan dengan tes serologi, yaitu tes untuk mendeteksi antibodi yang muncul sebagai respons tubuh terhadap bakteri penyebab sifilis, atau dengan deteksi langsung bakteri T. pallidum itu sendiri.
Tes serologi
Tes serologi dilakukan dengan memeriksa darah atau cairan serebrospinal (cairan otak dan tulang belakang). Tes serologi untuk sifilis terdiri dari tes nontreponema dan tes treponema yang keduanya perlu dilakukan bersamaan. Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Tes nontreponema
Tes nontreponema bertujuan untuk mendeteksi antibodi nontreponema yang tidak secara spesifik terkait dengan bakteri T. pallidum. Antibodi ini disebut tidak spesifik karena tidak hanya diproduksi ketika tubuh terinfeksi sifilis, tapi juga ketika tubuh sedang terkena infeksi lain, seperti penyakit lyme, malaria, atau TBC.
Tes nontreponema terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:
- Rapid plasma reagin (RPR) test
- Venereal disease research laboratory (VDRL) test
Tes ini sangat sensitif untuk melihat ada atau tidaknya antibodi nontreponema. Namun, karena sifatnya yang tidak spesifik, hasil tes nontreponema yang positif belum berarti pasien menderita sifilis. Oleh sebab itu, tes nontreponema harus diikuti dengan tes treponema untuk menguatkan diagnosis.
Tes nontreponema juga digunakan untuk menentukan apakah infeksi masih aktif atau belum diobati. Hal ini karena antibodi nontreponema akan menghilang dari tubuh, kira-kira dalam waktu 3 tahun, setelah infeksi ditangani dengan tepat.
2. Tes treponema
Tes treponema bertujuan untuk mendeteksi antibodi treponema yang secara spesifik ada untuk melawan bakteri T. pallidum. Sekali dihasilkan, antibodi treponema ini akan selalu ada dalam tubuh walaupun pasien sudah sembuh dari sifilis. Artinya, hasil positif tidak selalu berarti ada infeksi sifilis yang aktif.
Oleh karena itu, tes nontreponema dibutuhkan untuk memastikan apakah infeksi pada pasien adalah infeksi yang aktif atau infeksi di masa lalu yang berhasil disembuhkan.
Jenis tes treponema antara lain:
- FTA-ABS (fluorescent treponemal antibody absorption)
- TP-PA (treponema pallidum particle agglutination assay)
- MHA-TP (microhemagglutination assay)
- IA (immunoassays)
Deteksi langsung bakteri T. pallidum
Selain dengan mendeteksi antibodi, skrining sifilis juga dapat dilakukan dengan mendeteksi keberadaan bakteri T. pallidum itu sendiri. Tes ini dibagi menjadi dua, yaitu:
- Darkfield microscopy, yaitu dengan mengeruk luka sifilis untuk diperiksa di bawah mikroskop khusus
- Tes molekuler atau PCR (polymerase chain reaction), yaitu dengan mendeteksi materi genetik dari T. pallidum pada sampel dari luka, darah, atau cairan serebrospinal pasien
Peringatan Skrining Sifilis
Hasil skrining sifilis tidak selalu akurat. Oleh sebab itu, pelaksanaan skrining sifilis yang satu harus diikuti dengan skrining sifilis yang lain, untuk memperkuat diagnosis. Dengan kata lain, tes nontreponema harus diikuti dengan tes treponema, begitu juga sebaliknya. Selain itu, interpretasi hasil skrining juga harus dilakukan oleh dokter.
Hasil skrining yang tidak akurat dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi berikut:
- Penggunaan narkoba suntik
- Kehamilan
- Malaria
- Penyakit Lyme
- Pneumonia
- Tuberkulosis
- Lupus
Persiapan dan Prosedur Skrining Sifilis
Skrining sifilis tidak memerlukan persiapan khusus, seperti puasa. Namun, sebelum menjalani tes, pasien harus memberi tahu dokter tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Pasien juga perlu memberi tahu riwayat penyakit yang pernah atau sedang dialami, terutama apabila penyakit dapat memengaruhi keakuratan hasil skrining sifilis.
Pada skrining sifilis yang menggunakan sampel darah, dokter akan mengambil sampel darah pasien melalui pembuluh darah vena. Berikut adalah tahapan yang dilakukan dokter:
- Meminta pasien untuk duduk atau berbaring di ruang pemeriksaan
- Memasang tali elastis di lengan atas pasien, agar darah di dalam pembuluh vena terbendung
- Membersihkan area kulit yang akan ditusuk jarum dengan cairan antiseptik atau alkohol, kemudian menusukkan jarum ke pembuluh darah vena di lipatan siku bagian dalam
- Mengambil sampel darah pasien sebanyak yang dibutuhkan, kemudian melepas tali pengikat, mencabut jarum, serta menekan kapas dan menempelkan plester di area bekas tusukan untuk mencegah perdarahan
- Membawa sampel darah yang telah diambil ke laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut
Sedangkan pada skrining sifilis yang menggunakan sampel cairan serebrospinal, dokter akan melakukannya dengan tahap-tahap sebagai berikut:
- Meminta pasien untuk berbaring di meja pemeriksaan dalam posisi menyamping, dengan memeluk lutut erat dan dagu didekatkan ke dada
- Membersihkan punggung pasien dan menyuntikkan obat bius ke tulang belakang bagian bawah
- Menusukkan jarum suntik ke celah tulang belakang
- Mengambil sampel cairan serebrospinal sebanyak 1–10 mililiter dalam 4 tabung
- Mencabut jarum, kemudian membersihkan area bekas suntikan dan menutupnya dengan perban
Setelah Skrining Sifilis
Dokter akan memberi tahu hasil skrining sifilis pasien dalam 3–5 hari. Dari hasil skrining, kesimpulan yang bisa didapatkan adalah:
- Pasien sedang menderita sifilis aktif dan perlu diobati
- Pasien pernah terinfeksi sifilis dan sudah sembuh
- Pasien tidak menderita sifilis sama sekali
Jika pasien memerlukan pengobatan, dokter akan memberikan antibiotik sesuai dengan tahap penyakit sifilis dan kondisi pasien. Jika pasien sudah sembuh atau tidak menderita sifilis, dokter akan menyarankan pasien untuk melakukan langkah pencegahan sifilis dan infeksi menular seksual lainnya.
Efek Samping Skrining Sifilis
Skrining sifilis umumnya aman untuk dilakukan. Pasien mungkin akan merasakan sedikit sakit pada saat proses pengambilan darah, tetapi efek ini hanya sementara. Pada beberapa kasus, risiko lain yang mungkin terjadi akibat skrining sifilis adalah:
- Infeksi
- Pusing atau serasa ingin pingsan
- Perdarahan
- Hematoma atau kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh darah
Segera periksakan kesehatanmu untuk mendeteksi sifilis sedini mungkin di Klinik Utama PKBI Jawa Timur yang berlokasi di Jl. Indragiri 24 Surabaya, untuk informasi lebih lanjut hubungi kami via whatsapp hotline +62 823 2360 2830.