BAGAIMANA CARANYA BERDAMAI DENGAN ANXIETY (KECEMASAN)?

Anxiety atau kecemasan adalah respons emosional yang muncul sebagai reaksi terhadap situasi yang dianggap mengancam atau menegangkan. Ini dapat berupa perasaan cemas, khawatir, atau takut yang sering kali disertai dengan gejala fisik seperti detak jantung yang cepat, berkeringat, dan ketegangan otot (Taschereau-Dumouchel, 2022). Diperkirakan 4,05% dari populasi global memiliki gangguan kecemasan, atau setara dengan 301 juta orang. Jumlah orang yang terkena dampaknya telah meningkat lebih dari 55% dari tahun 1990 hingga 2019. Prevalensinya lebih tinggi di daerah berpenghasilan tinggi. Wanita 1,66 kali lebih mungkin terkena gangguan kecemasan dibandingkan pria (Javaid et al,2023). Penyebab terjadinya anxiety sangat beragam dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, faktor genetik memainkan peran penting, di mana individu dengan riwayat keluarga yang memiliki gangguan kecemasan lebih berisiko mengalami kondisi serupa. Selain itu, faktor lingkungan juga berkontribusi, di mana pengalaman traumatis seperti kecelakaan atau pelecehan dapat memicu kecemasan, begitu pula stres dari masalah pekerjaan, hubungan, atau kondisi keuangan. Faktor psikologis seperti pola pikir negatif dan ketidakmampuan untuk menghadapi ketidakpastian hidup juga dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk mengalami kecemasan (Pahl et al,2012). Kesehatan fisik turut mempengaruhi, di mana beberapa kondisi medis, seperti gangguan hormonal atau penyakit jantung, dapat memicu gejala kecemasan. Selain itu, penggunaan zat seperti alkohol dan kafein juga berpotensi memperburuk kecemasan. Terakhir, perubahan besar dalam kehidupan, seperti pindah tempat tinggal atau kehilangan pekerjaan, dapat menjadi pemicu yang signifikan (Taschereau-Dumouchel, 2022).

Bagaimana Gejala Seseorang Yang Mengalami Kecemasan?

Salah satu gejala utama dari anxiety adalah perasaan cemas yang berlebihan, di mana individu merasa khawatir atau takut terhadap situasi tertentu, bahkan ketika tidak ada ancaman yang nyata. Gejala fisik juga umum terjadi, seperti detak jantung yang cepat, kesulitan bernapas, atau ketegangan otot, yang dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman dan khawatir akan kesehatan mereka. Selain itu, kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi, seringkali membuat pikiran mereka berputar dan sulit untuk fokus pada tugas sehari-hari. Individu yang mengalami anxiety juga mungkin merasa mudah tersinggung dan mengalami perubahan suasana hati yang tiba-tiba. Dalam beberapa kasus, kecemasan dapat menyebabkan masalah tidur, seperti kesulitan tidur atau terbangun di malam hari dengan perasaan cemas. Gejala ini dapat bervariasi dari ringan hingga berat, dan jika tidak ditangani, dapat mengganggu kualitas hidup seseorang (Almeida et al,2012).

Secara psikologis, kecemasan dapat menyebabkan perasaan cemas yang terus-menerus, mengganggu kemampuan individu untuk menikmati aktivitas sehari-hari dan mengurangi kualitas hidup secara keseluruhan. Kondisi ini seringkali diiringi dengan gangguan tidur, seperti insomnia, yang dapat memperburuk kelelahan dan meningkatkan iritabilitas. Dari segi sosial, individu yang mengalami anxiety mungkin menjauh dari interaksi sosial, merasa sulit untuk berkomunikasi, atau menghindari situasi tertentu, sehingga menurunkan kemampuan mereka untuk membangun hubungan yang sehat. Dampak fisik dari kecemasan juga tidak dapat diabaikan; gejala seperti detak jantung yang cepat, nyeri dada, dan masalah pencernaan dapat muncul, mengarah pada masalah kesehatan yang lebih serius jika tidak ditangani (Mc Elroy et al, 2018). Selain itu, kecemasan yang berkepanjangan dapat memicu atau memperburuk kondisi mental lainnya, seperti depresi, menciptakan siklus yang sulit untuk dipecahkan. Secara keseluruhan, dampak anxiety tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga dapat memengaruhi keluarga, teman, dan lingkungan sosial mereka, menekankan pentingnya mengenali dan menangani masalah ini secara tepat (Pahl et al, 2012).

Bagaimana Cara Mengatasi Kecemasan?

Menurut Selvakmaran (2024) mengatasi kecemasan dapat dilakukan melalui beberapa metode, sebagai berikut:

  1. Mengenali pemicu kecemasan: Hal ini dapat diwujudkan dengan membuat jurnal harian yang berisi tentang perasaan di hari tersebut sehingga mudah mencari pemicu kecemasan.
  2. Menerapkan sikap mindfulness atau fokus terhadap masa kini dan menikmati seluruh proses dalam kehidupan.
  3. Melakukan Aktivitas Fisik: Berdasarkan penelitian terbaru, aktivitas fisik dapat meningkatkan kadar hormone endorphin yang dapat meningkatkan mood, adapun aktivitas fisik yang dapat dilakukan seperti jogging, berenang, atau yoga.
  4. Memperhatikan nutrisi harian, kecukupan tidur, serta mengurangi stimulant kecemasan seperti kopi dan teh.
  5. Melakukan Relaksasi: apabila seluruh cara tersebut telah diterapkan tetapi masih belum reda, maka dapat menambah dengan meditasi rutin atau melakukan teknik relaksasi. Adapun teknik relaksasi yang dapat dilakukan seperti teknik pernafasan dalam yakni dengan menarik nafas selama empat detik kemudian di tahan tujuh detik dan dihembuskan selama delapan detik.
  6. Jangan lupa untuk mencari support emosional melalui lingkungan sekitar seperti keluarga dan teman, sehingga memiliki tempat berbgai keluh dan kesah.

Apabila Keluarga PKBI merasa tidak mampu mengatasi sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan professional. Klinik Utama PKBI JATIM menyediakan layanan konseling dengan Psikolog yang terjamin kerahasiannya dengan ruangan yang nyaman untuk bercerita dan mencari Solusi dari masalah yang kamu hadapi. Jadwalkan sesi konselingmu dengan menghubungi Hotline Klinik Utama PKBI Daerah Jawa Timur (+62 823-2360-2830). Ingat, Kamu tidak sendirian, dan Klinik Utama PKBI Jawa Timur selalu bersedia membantu kamu!

Kontributor Penulis:

Nur Ilmya Nugraha Ningrum Irfandi Putri (Mahasiswi FKM UNAIR)

Kontak:
Hotline PKBI Daerah Jawa Timur
Nomor telepon: +62 823-2360-2830
Email : pkbijatim@pkbi.or.id
Alamat : PKBI Daerah Jawa Timur, Jl. Indragiri No. 24, Surabaya

Referensi:

  • Taschereau-Dumouchel, V., Michel, M., Lau, H., Hofmann, S.G. and LeDoux, J.E., 2022. Putting the “mental” back in “mental disorders”: a perspective from research on fear and anxietyMolecular Psychiatry27(3), pp.1322-1330.
  • Javaid, S.F., Hashim, I.J., Hashim, M.J., Stip, E., Samad, M.A. and Ahbabi, A.A., 2023. Epidemiology of anxiety disorders: global burden and sociodemographic associations. Middle East Current Psychiatry30(1), p.44.
  • Selvakumaran, T., 2024. How to deal with anxiety.
  • Pahl, K.M., Barrett, P.M. and Gullo, M.J., 2012. Examining potential risk factors for anxiety in early childhood. Journal of Anxiety Disorders26(2), pp.311-320.
  • Almeida, O.P., Draper, B., Pirkis, J., Snowdon, J., Lautenschlager, N.T., Byrne, G., Sim, M., Stocks, N., Kerse, N., Flicker, L. and Pfaff, J.J., 2012. Anxiety, depression, and comorbid anxiety and depression: risk factors and outcome over two years. International Psychogeriatrics24(10), pp.1622-1632.
  • McElroy, E., Fearon, P., Belsky, J., Fonagy, P. and Patalay, P., 2018. Networks of depression and anxiety symptoms across development. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry57(12), pp.964-973.
  • Özdin, S. and Bayrak Özdin, Ş., 2020. Levels and predictors of anxiety, depression and health anxiety during COVID-19 pandemic in Turkish society: The importance of gender. International journal of social psychiatry66(5), pp.504-511.
    Write a comment