Hak Asasi Manusia (HAM) dan Orang dengan HIV (ODHIV)
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak mendasar yang melekat pada setiap individu sejak lahir. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan wajib dihormati serta dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan masyarakat. ODHIV juga memiliki hak yang sama seperti individu lainnya, termasuk hak atas perlakuan setara, perlindungan privasi, akses ke layanan kesehatan, keadilan, dan kebebasan dari diskriminasi.
Sayangnya, dalam kenyataan sehari-hari, ODHIV masih sering mengalami pelanggaran hak asasi. Diskriminasi dan stigma yang mereka alami mencakup pembatasan akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan kerja. Ketakutan masyarakat terhadap HIV, yang sering kali didasari oleh informasi keliru atau kurangnya pemahaman, akhirnya memperparah situasi ini.
Tantangan Global dan Indonesia terhadap HIV/AIDS
Berdasarkan data WHO, hingga akhir tahun 2023, terdapat sekitar 39,9 juta orang di dunia yang hidup dengan HIV, dengan 65% di antaranya berada di kawasan Afrika. Di Indonesia, HIV/AIDS telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius sejak kasus pertama ditemukan di Bali pada tahun 1987. Hingga tahun 2020, tercatat lebih dari 540.000 orang hidup dengan HIV di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 0,4% pada kelompok usia dewasa (15–49 tahun). Provinsi Jawa Timur mencatat jumlah kasus tertinggi, disusul oleh Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Kelompok usia 30–39 tahun menjadi yang paling rentan terhadap infeksi HIV, sementara kelompok rumah tangga dan pekerja seks masuk ke dalam kategori berisiko tinggi (Jocelyn et al., 2024).
Penularan HIV sebagian besar terjadi melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntik secara bergantian, dan transmisi dari ibu ke anak. Tingginya angka penularan melalui hubungan seksual, terutama di kalangan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, menjadi perhatian serius. Namun, penggunaan obat antiretroviral (ARV) telah terbukti menjadi langkah efektif dalam mencegah penularan HIV, termasuk dari ibu ke anak (Jocelyn et al., 2024).
Pelanggaran HAM dan Tantangan Perlindungan HAM ODHIV
Menurut Anand (dalam Elsad & Widjaja, 2022), meningkatnya jumlah kasus HIV memerlukan reformasi kebijakan yang segera untuk melindungi hak-hak ODHIV. Pelanggaran HAM yang dialami ODHIV sering kali didasari pada ketakutan yang tidak berdasar dan persepsi keliru tentang HIV. Akibatnya, stigma negatif terus tumbuh, menghalangi mereka untuk mendapatkan perlakuan yang setara di masyarakat. Dalam konteks hukum Indonesia, perlindungan hak kesehatan bagi ODHIV telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya di bidang kesehatan serta menerima layanan kesehatan yang aman, berkualitas, dan terjangkau. Undang-undang ini juga memberikan perlindungan khusus kepada kelompok rentan, termasuk ODHIV, untuk memastikan hak-hak kesehatan mereka terpenuhi. Namun, implementasi undang-undang ini di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, terutama berkaitan dengan stigma dan diskriminasi dari tenaga medis maupun masyarakat.
Suara dari ODHIV
Salah seorang ODHIV yang berada di Kota Surabaya menceritakan pengalamannya pada saat diwawancarai penulis pada tanggal 29 November 2024. Ia mengatakan setelah dinyatakan positif HIV, pada awalnya ia merasa sangat terpukul dan memilih untuk mengisolasi diri. Selama beberapa minggu pertama, ia sulit menerima kenyataan tersebut hingga merasa kehilangan arah hidup. Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari bantuan psikologis. Namun, saat mengakses layanan ini, ia meminta agar identitasnya dirahasiakan karena takut status HIV-nya diketahui publik. Ketakutannya ini mencerminkan kurangnya rasa aman terhadap privasi yang seharusnya dijamin.
Selain itu, ia juga menghadapi perubahan sikap dari anggota keluarganya. Salah satu anggota keluarga yang mengetahui status HIV-nya mulai menjauh, tidak lagi berkomunikasi, bahkan memisahkan peralatan makan yang ia gunakan. Pengalaman ini sangat menyakitkan dan membuat dirinya merasa semakin terisolasi.
Di lingkungan kerja, ia berkonflik dengan rekan kerja yang salah paham dan menuduhnya membocorkan informasi HIV orang lain. Situasi ini membuat hubungan kerja mereka tegang dan mengurangi rasa percaya diri mereka dalam membuka diri terhadap rekan kerja. Namun di sisi lain, ia juga mendapat dukungan dari beberapa temannya yang memberikan edukasi dan informasi sehingga membantunya tetap memiliki pandangan hidup yang optimis. Dukungan sosial ini menjadi sumber kekuatan untuk bertahan menghadapi stigma dan diskriminasi.
Kisah ini menggambarkan perjuangan sulit yang harus dihadapi oleh ODHIV dalam melawan stigma, diskriminasi, dan pelanggaran privasi. Namun dukungan sosial yang tulus dapat memberikan mereka harapan dan semangat baru untuk kehidupan yang lebih baik.
Upaya PKBI Jawa Timur Mendukung Pemenuhan HAM bagi Orang dengan HIV (ODHIV)
PKBI Jawa Timur berkomitmen mendukung pemenuhan hak-hak ODHIV melalui berbagai program dan layanan yang fokus pada kebutuhan mereka. Salah satu langkah konkrit yang dilakukan adalah dengan memberikan layanan tes VCT (Voluntary Counseling and Testing) yang non stigma dan non-diskriminatif. Melalui layanan ini, PKBI Jawa Timur menjamin privasi ODHIV yang menjalani tes, sehingga mereka dapat mengakses layanan dengan aman tanpa takut akan stigma atau diskriminasi.
Selain itu, PKBI Jawa Timur juga memberikan pendampingan dan konseling kepada ODHIV. Program tersebut bertujuan untuk memberikan dukungan psikososial kepada mereka, untuk membantu mereka mengatasi tekanan emosional yang sering terjadi setelah dinyatakan positif HIV. Melalui pendekatan profesional dan empati, ODHIV dapat merasa lebih diterima dan dihargai sekaligus mendapat pengetahuan tentang cara hidup sehat dengan HIV.
PKBI Jawa Timur juga aktif mengedukasi masyarakat untuk menghilangkan stigma terhadap ODHIV. Kegiatan ini disampaikan melalui kampanye digital dan kegiatan sosialisasi yang melibatkan masyarakat lokal. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS, cara penularannya dan pentingnya mendukung orang yang hidup dengan HIV agar mereka dapat hidup aman dan tanpa diskriminasi.
Upaya PKBI Jawa Timur menunjukkan bahwa, selain memberikan layanan langsung kepada ODHIV, organisasi ini juga berperan dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung. Dengan menyediakan ruang yang aman, PKBI Jawa Timur memberikan kontribusi nyata dalam memperjuangkan hak asasi ODHIV dan menghilangkan stigma yang menjadi hambatan utama bagi mereka untuk hidup aman dan setara.
Kontributor Penulis:
Meutia Citra Islamiati (Mahasiswa Psikologi UBAYA)
Kontak:
Hotline PKBI Daerah Jawa Timur
Nomor telepon: +62 823-2360-2830
Email : pkbijatim@pkbi.or.id
Alamat : PKBI Daerah Jawa Timur, Jl. Indragiri No. 24, Surabaya
Pustaka Acuan
Elsad, A. R., & Widjaja, G. (2022). Hak Penderita Hiv Dalam Perspektif Ham. Cross-Border, 5(1), 142–153.
Jocelyn, Nasution, F. M., Nasution, N. A., Asshiddiqi, M. H., Kimura, N. H., Siburian, M. H. T., Rusdi, Z. Y. N., Munthe, A. R., Chairenza, I., Ginting Munthe, M. C. F. B., Sianipar, P., Gultom, S. P., Simamora, D., Uswanas, I. R., Salim, E., Khairunnisa, K., & Syahputra, R. A. (2024). HIV/AIDS in Indonesia: current treatment landscape, future therapeutic horizons, and herbal approaches. Frontiers in Public Health, 12(February), 1–11. https://doi.org/10.3389/fpubh.2024.1298297
Pemerintah Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 2009, No. 44.
Pemerintah Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 1999, No. 165.