Surabaya, 7 September 2023
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem imunitas. Infeksi virus ini mampu menurunkan kemampuan imunitas manusia dalam melawan benda–benda asing di dalam tubuh yang pada tahap terminal infeksinya dapat menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). (Kemenkes, 2022).Berdasarkan data yang dimiliki Dinkes Kota Surabaya, kasus HIV anak di Kota Surabaya yang ditemukan dan tercatat sampai dengan tahun 2022 ada 136 orang, yang terdiri dari warga ber-KTP Surabaya 55 kasus, dan KTP non Surabaya sebanyak 81 kasus. Rentang usia anak yang terkena HIV ini sekitar 1-14 tahun (Berita Surabaya, 2023).
Tercatat sebanyak 78,9% remaja yang melakukan hubungan seksual pada usia kurang dari 18 tahun terinfeksi HIV. Jumlah kasus HIV dan Hepatitis B (HBV) lebih banyak terjadi pada remaja yang sering berganti-ganti pasangan (88,7%). Selain itu, 63,4% orang yang terinfeksi HIV tidak pernah atau jarang menggunakan kondom (Viegas et al, 2015). Kambu dalam (Viegas et al, 2015) juga menyebutkan bahwa infeksi HIV lebih banyak terjadi pada kelompok usia 12- 35 tahun karena banyak melakukan aktivitas seksual yang tidak aman, seperti sering berganti pasangan dan tidak menggunakan kondom
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang concent pada isu kesehatan seksual dan reproduksi. Program yang selama ini berjalan diantaranya adalah klinik KB dan kespro yang ramah terhadap remaja maupun orang dewasa, layanan IMS dan konseling HIV/AIDS melalui rujukan ke Puskesmas ataupun Rumah Sakit, program laki-laki peduli yang mengusung isu kesetaraan gender. Salah satu misi utama PKBI adalah memberikan akses pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang inklusif bagi semua, termasuk bagi anak-anak yang hidup dengan HIV.
PKBI Jawa Timur menyadari pentingnya pendampingan bagi anak-anak yang hidup dengan HIV. Pengalaman hidup dengan penyakit yang serius dan stigmatisasi sosial dapat memberikan dampak psikologis dan emosional yang berat bagi anak-anak tersebut. Oleh karena itu, PKBI berupaya memberikan dukungan dan pendampingan yang menyeluruh bagi anak-anak tersebut.
PKBI Jawa Timur mendampingi kasus anak berusia 15 tahun yang positif HIV. Sementara itu, identitas dan perkembangan pribadinya tengah berkembang pesat, dan perlu dukungan yang kuat untuk menghadapi kenyataan tersebut. Akan tetapi perlu diketahui bahwa HIV bisa menulari tanpa melihat usia, namun melalui perilaku seksual beresiko. Awal mula PKBI Jawa Timur mendampingi anak berusia 15 tahun ialah merupakan kelompok dampingan dari PKBI Jawa Timur. PKBI Jawa Timur memiliki Petugas Lapangan (PL) untuk melakukan penjangkauan kepada kelompok rentan yang mana dapat dikatakan berperilaku beresiko. Penjangkauan yang dilakukan ialah mengedukasi terkait HIV dan merujuk untuk melakukan tes VCT bilamana terdapati perilaku yang beresiko. Pada penjangkauan ini Petugas Lapangan PKBI Jawa Timur menemukan anak usia 15 tahun berperilaku beresiko kemudian dirujuk untuk melakukan tes VCT di Klinik PKBI JATIM. Istimewanya untuk usia anak sampai dengan 18 tahun apabila hendak tes VCT diharuskan didampingi oleh wali atau orang tua. Setelah dilakukan tes VCT anak berusia 15 tahun yang di maksud, dinyatakan positif HIV berdasarkan hasil dari ketiga reagen tes HIV reaktif.
Setelah dinyatakan positif HIV maka anak tersebut segera untuk di arahkan pengobatan yakni ARV. Ternyata tidak semudah yang direncanakan untuk mendapat ARV. Sementara itu, Klinik Utama PKBI Jawa Timur memiliki pelayanan ARV, akan tetapi tidak ada dokter spesialis anak sehingga baiknya anak tersebut dirujuk pada layanan lain yang melayani pengobatan ARV dan memiliki dokter spesialis anak. Pada saat itu, anak langsung dirujuk Ke Pendamping Sebaya (PS) agar mendapat pengobatan. Meskipun dirujuk, PKBI JATIM Tetap memonitoring perkembangan dari rujukan. Akan tetapi setelah satu bulan rujukan belum mendapat hasil yang maksimal karena terdapat kendala dari Anak yakni Anak tidak mau membuka status kesehatannya kepada orang tua, sedangkan untuk mendapat ARV harus mendapat pengetahuan wali/orang tua. Pada akhirnya PKBI JATIM turut membantu dengan menjadi wali untuk anak tersebut. Atas kerjasama antara Koordinator SSR PKBI JATIM, Community Lesson Officer (CLO), Manager Kasus (MK), dan Petugas Lapangan (PL) untuk membantu anak tersebut mendapat ARV, akhirnya Anak tersebut dapat mengakses ARV di Salah satu Rumah Sakit di Surabaya. Sedangkan Pendamping Sebaya membantu untuk memonitoring konsumsi obat. Sementara itu anak diberikan edukasi terkait kesiapan dan penerimaan kondisi kesehatanya saat ini, sehingga PKBI JATIM tetap memberikan dukungan Psikologis pada anak.
Berdasarkan kasus tersebut perlu disadari diperlukannya dukungan keluarga baik untuk pencegahan dan pengobatan. Melihat pada usia anak di bawah 18 tahun masih menjadi tanggung jawab orang tua baik untuk mendidik, melindungi, mengasuh, memelihara. Sedangkan apabila sudah terjadi seperti kasus tersebut perlu diketahui bahwa dukungan keluarga saling berhubungan yaitu kita harus menyadari pentingnya fungsi keluarga untuk menerapkan perilaku yang sehat bagi remaja serta memberikan dukungan terhadap perilaku positif. Dukungan yang dapat diberikan berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, serta dukungan yang lainya diberikan oleh keluarga berupa dukungan informatif (Dewi,2022).
Tugas sebagai orang tua adalah memberikan dukungan yang diperlukan anak karena pada prinsipnya, ADHA (Anak Dengan HIV/AIDS) tetap dapat beraktivitas normal selama kadar virus HIV (viral load) dalam tubuh berada pada jumlah terkendali. Jadi, ADHA tetap dapat menjalani masa depan, bahkan menikah tanpa menulari pasangan. Adapun tugas orang tua yakni sebagai berikut: (Adhiyasasti,2019).
- Memotivasi untuk rutin mengonsumsi obat : Masa depan remaja dengan HIV positif amat bergantung pada terapi ARV rutin. Sayangnya, ada sejumlah efek samping konsumsi ARV seperti diare, ruam kulit, kram, dan gangguan perut lain yang membuat mereka hilang semangat untuk rutin mengkonsumsi Efek samping lain adalah area wajah yang semakin kurus sementara bagian perut dan leher menggemuk, yang membuat remaja kurang percaya diri. Itulah mengapa angka putus obat di kalangan penderita HIV masih cukup tinggi.
- Membantu mencari support group : salah satu masalah utama yang dihadapi oleh remaja dengan HIV/AIDS adalah perasaan merasa sendiri dan terisolasi. Hal ini berhubungan dengan perubahan yang mereka alami pada masa remaja, dimana penerimaan teman sebaya mempengaruhi harga diri mereka. Remaja sadar jika mereka berbeda dan kemungkinan besar mengalami diskriminasi dalam banyak lingkungan. Hal ini rentan membuat remaja tertekan dan depresi.
- Menawarkan untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah : mungkin remaja dengan HIV/AIDS susah berbaur dengan teman di sekolah karena penampakan fisiknya yang berbeda ataupun pantangan dalam makanan. Jika ini membuat anak menjadi rendah diri, tawarkan ia untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah yang sesuai dengan minatnya seperti les beladiri, musik, tari, atau apapun yang mampu meningkatkan rasa percaya dirinya.
- Katakan Anda akan selalu ada untuknya: terkadang tindakan lebih berarti daripada sekadar perkataan. Namun, dalam kasus ini, penting kiranya untuk mengucapkan secara langsung pada Ananda bahwa Anda akan selalu ada untuknya dan menerima ia apa adanya. Tidak ada yang lebih berarti dari dukungan orang tua pada saat-saat seperti ini.
Sementara itu, peran keluarga juga menjadi garda terdepan dalam pencegahan masalah HIV/AIDS melalui pendekatan keluarga, dengan catatan perlu adanya penyiapan kondisi keluarga melalui penyuluhan sosial dan pemberdayaan peran keluarga agar keluarga dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya. Peran serta keluarga dalam upaya pencegahan masalah HIV/AIDS, yaitu : (Hanifah,2008)
- Menanamkan nilai nilai agama dan moral terhadap anak-anak dalam proses sosialisasi yakni orang tua memberikan pendidikan agama dan moral sejak dini untuk mengerti hal-hal baik dan hal buruk sesuai agama.
- Meningkatkan perhatian dan kasih sayang sebagai wujud dari fungsi biologis dan perlindungan yakni perhatian dan kasih sayang orang tua pada anak tidak hanya sebatas memberikan fasilitas akan tetapi diberikan perhatian langsung seperti ajak makan bersama, berekreasi bersama, maka kebersamaan ini terlihat lebih harmonis.
- Melakukan kontrol sosial yang bersifat preventif dan represif; orang tua melakukan pengawasan bagi anak-anak mereka sebagai preventif atau pencegahan sedangkan memberikan hukuman apabila melakukan perilaku menyimpang sebagai represif.
- Adanya kesadaran dan keberanian untuk melapor kepada pihak berwenang apabila keluarga tidak mampu melakukan pencegahan terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh putra-putri mereka.
Demikian dalam kasus tersebut simpulkan bahwa peran keluarga sangatlah diperlukan bagi usia anak, melihat masih terdapat kasus anak yang terkena HIV. Sementara itu, peran pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Layanan kesehatan, komunitas sangat dibutuhkan untuk bekerjasama dalam penanggulangan HIV baik pencegahan dan pengobatan.
Daftar Pustaka
- Adhiyasasti, Menur. 2019. Dukungan orang Tua Penting Bagi Remaja Dengan HIV Ini Caranya. SKATA.
- Berita, Surabaya. 2023. Pemkot Terus Berupaya Tekan Kasus Hiv Anak Di Kota Surabaya. https://surabaya.go.id/id/berita/72740/pemkot-terus-berupaya-tekan-kasus-hiv-anak-di-kota-surabaya.
- Dewi, Septika. 2022. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Hiv-Aids Pada Remaja. Universitas Aisyiyah Yogyakarta
- Hanifah, Abu. “Pencegahan Masai.Ah Hiv/Aids Melalui Pendekatan Keluarga.” Sosio Konsepsia, 2008, pp. 52 – 64.
- Kemenkes. 2022. Ayo Cari Tahu Apa Itu HIV. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/754/ayo-cari-tahu-apa-itu-hiv
- Viegas, E.O., Tembe, N., Macovela, E., Goncalves, E., Augusto, O., Ismael, N., Sitoe, N., Schacht, C.D., Bhatt, N., Meggi, B., Araujo, C., Sandstrom, E., Biberfeld, G., Nilsson, C., Andersson, S., Jani, I., & Osman, N. 2015. Incidence of HIV and the prevalence of HIV, hepatitis B and syphilis among youths in Maputo, Mozambique: a cohort study. PLoS ONE, 10(3), 1-15