PKBI Jawa Timur Goes To School: Bimbingan Kelas Besar “Tubuhku Milikku”Reproduksi dan Pubertas untuk Pencegahan Kekerasan Seksual

Siswa kelas 4 SDN Putat Gede 1 mulai mengalami perubahan tubuh atau yang bisa dikenal sebagai pubertas, tidak sedikit dari mereka yang merasa bingung, malu, bahkan takut. Sayangnya, tidak semua anak tahu harus bertanya ke siapa. Mereka ragu, takut dianggap aneh, atau malah dimarahi.
Berangkat dari keresahan inilah, PKBI Jawa Timur bersama mahasiswa program MBKM dari Bimbingan Konseling (BK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menggelar kegiatan Bimbingan Kelas Besar di SDN Putat Gede 1 Surabaya, dengan tema “Tubuhku Milikku”. Kegiatan ini menyasar siswa-siswi sekolah dasar kelas 4 sebagai upaya meningkatkan pemahaman mereka terhadap isu penting seputar reproduksi dan pubertas dalam rangka pencegahan kekerasan seksual sejak dini.
Program ini dilaksanakan dengan metode pendekatan yang partisipatif, menyenangkan, dan penuh empati. Siswa diajak untuk berdiskusi, bermain peran, serta mengekspresikan diri dalam suasana yang aman dan suportif. Edukasi diberikan dalam bentuk Bimbingan Kelas Besar yang dirancang agar sesuai dengan tahap perkembangan usia anak, dengan mengedepankan nilai-nilai perlindungan dan penghargaan terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Menurut pemateri sekaligus mahasiswa MBKM BK UNESA, Mutia menyampaikan bahwa materi yang dibawakan sangat penting karena memberikan pemahaman mengenai tubuh dan upaya untuk pencegahan pelecehan seksual yang cukup rentan dialami anak-anak. “Materi ini penting ya biar kita paham bahwa tubuh kita tidak sembarangan menyentuh dan disentuh orang lain karena tubuh kita adalah milik kita” Ujar Mutia dalam presentasinya.

Melalui kegiatan ini, terungkap bahwa banyak anak merasa bingung dan tidak tahu harus bertanya ke siapa saat mengalami menstruasi, mimpi basah, perubahan suara, atau rasa malu terhadap tubuh mereka sendiri. Sebelum kegiatan dimulai, mayoritas siswa menganggap pubertas sebagai sesuatu yang “aneh” atau bahkan “sakit”. Namun, setelah sesi berlangsung, pemahaman mereka meningkat secara signifikan, tercermin dari respons lisan dan tulisan dalam Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang mereka isi.
“Aku kira mimpi basah itu aku pipis di kasur. Ternyata itu tandanya tubuhku tumbuh,”
tulis salah satu siswa dalam LKPD. LKPD adalah bahan ajar berupa lembar isian yang dirancang untuk membantu siswa memahami materi pelajaran melalui aktivitas belajar yang aktif, mandiri, dan terarah. LKPD biasanya berisi ringkasan materi, pertanyaan, serta tugas yang mendorong siswa berpikir kritis dan reflektif.

Suara Anak: Bingung, Tapi Tak Pernah Diajari
Dalam sesi interaktif yang dipandu oleh Yuan mahasiswa MBKM BK UNESA, siswa dikenalkan pada konsep dasar pubertas: apa itu, kenapa terjadi, dan apa saja perubahan yang menyertainya baik fisik maupun emosional. Materi disampaikan dengan gambar visual, analogi sederhana, dan diskusi kelompok yang membuat siswa merasa lebih nyaman untuk berbagi.

Menariknya, sesi ini membuka ruang bagi anak-anak untuk menyampaikan pengalaman yang selama ini mereka simpan sendiri. Beberapa siswa mengungkap bahwa mereka sempat mengira dirinya sakit atau berbeda karena mengalami perubahan lebih cepat dibanding teman- teman sebaya.

Aku haid duluan. Aku takut kalau teman-temanku tahu, nanti aku diejek,” ungkap salah satu siswa perempuan, yang kemudian mendapat dukungan dari teman-temannya. Pernyataan ini mempertegas pentingnya ruang edukatif yang aman dan suportif, terutama untuk anak-anak yang sedang mengalami masa transisi penting dalam hidup mereka.

Perawatan Diri dan Perlindungan Tubuh: Sesi yang Menguatkan

Sesi dilanjutkan oleh Mutia mahasiswa MBKM BK UNESA, yang membawakan materi tentang menjaga kebersihan tubuh saat pubertas dan mengenali batasan tubuh pribadi. Ia menjelaskan cara merawat diri saat menstruasi, pentingnya mengganti pakaian dalam, dan bagaimana mencuci tubuh dengan benar, semuanya disampaikan dengan bahasa yang santai namun tetap edukatif.

Materi kemudian masuk ke topik yang lebih serius namun krusial: “Tubuhku Milikku”. Anak-anak dikenalkan dengan konsep batasan tubuh, area pribadi, serta pentingnya mengatakan “tidak” ketika merasa tidak nyaman terhadap sentuhan atau ajakan orang lain. Mereka diajak berlatih cara menolak secara tegas, mengenali orang dewasa yang bisa dipercaya, dan mencatat semua itu dalam LKPD masing-masing.

Untuk memperkuat pemahaman dan menjadikannya pengalaman yang menyenangkan, anak-anak juga diajak menari bersama lagu “Tubuhku Milikku”. Gerakan sederhana namun bermakna dalam lagu ini membantu mereka mengingat bahwa tubuh mereka berharga, tidak boleh disentuh sembarangan, dan mereka berhak menjaga diri sendiri. Tarian ini disambut antusias, dengan senyum dan semangat dari para peserta.

Sekarang aku tahu kalau aku nggak suka disentuh, aku boleh nolak,” ujar salah satu siswa dengan yakin.

Kegiatan ini tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri untuk menjaga diri sendiri, terutama di tengah maraknya kasus kekerasan seksual pada anak usia sekolah dasar.

Metode Interaktif yang Relevan dan Ramah Anak

Kesuksesan kegiatan ini tak lepas dari pendekatan partisipatif yang digunakan. Dengan menggabungkan cerita, roleplay, kuis, dan LKPD reflektif, kegiatan ini jauh dari kesan menggurui. Anak-anak terlibat aktif, merasa dihargai, dan lebih mudah menangkap informasi yang selama ini dianggap tabu.

Baru kali ini diajarin soal haid sama mimpi basah yang nggak bikin malu,” ungkap salah satu siswa dalam evaluasi akhir.

Selain itu, LKPD yang dibagikan terbukti efektif menjadi media ekspresi anak. Banyak siswa yang awalnya malu bicara secara lisan, tetapi bisa menuliskan pemikirannya dengan jujur dan terbuka.

“Aku nggak tahu harus tanya ke siapa. Untung hari ini dijelasin,” tulis seorang peserta.

Dengan meningkatnya kasus kekerasan seksual dan eksploitasi anak, edukasi pubertas dan perlindungan diri bukan lagi sekadar tambahan dalam kurikulum, tetapi kebutuhan mendesak. Melalui kegiatan ini, PKBI Jatim dan mahasiswa BK Unesa menunjukkan bahwa edukasi seksualitas dapat disampaikan dengan cara yang sehat, menyenangkan, dan tetap sesuai dengan usia anak.

Edukasi yang diberikan tidak hanya memberi informasi, tetapi juga membangun keberanian anak untuk memahami dan melindungi tubuh mereka sendiri. Di usia di mana anak mulai bertanya, “Kenapa badanku berubah?”, program ini hadir memberi jawaban yang tepat dengan empati, kehangatan, dan kepercayaan.

Kegiatan ini memberikan dampak positif yang nyata. Anak-anak tidak hanya mendapatkan informasi, tetapi juga mulai membangun rasa percaya diri untuk menjaga tubuh dan batasan pribadi mereka. Di tengah maraknya kasus kekerasan seksual pada anak usia sekolah dasar, edukasi seperti ini menjadi sangat penting dan harus terus dilakukan dengan pendekatan yang ramah, aman, dan menyenangkan.

Kalau kamu ingin komunitas atau sekolahmu mendapatkan edukasi kesehatan reproduksi atau topik-topik lainnya, jangan ragu untuk menghubungi PKBI Jawa Timur, ya!

Kontributor Penulis: Mutiah Nur Zaliha ( Mahasiswa Bimbingan Konseling UNESA)

Kontak Hotline PKBI Daerah JawaTimur:  

Nomor telepon         : +62823-2360-2830
Email                         :  pkbijatim@pkbi.or.id  
Alamat                      : PKBI Daerah Jawa Timur, Jl. Indragiri No. 24, Surabaya

Referensi:

Utomo, E., & Nurfadhilah. (2023). Puberty and Character Education Model in Primary School. Indonesian Journal of Educational Research and Review, 5(3), 469–478. https://doi.org/10.23887/ijerr.v5i3.56833

Pangajouw, C. N., Oroh, W., & Renteng, S. (2023). Gambaran Pengetahuan Pubertas pada Anak Usia Sekolah di SD Negeri 8 Tondano. Mapalus Nursing Science Journal , 1(2), 22–30. https://doi.org/10.35790/mnsj.v1i2.48924 Sari, D. V., & Kusmariyatni, N. (2020). The Validity of the Pop-Up Book Media on Puberty Topics for Sixth Grade Elementary School. International Journal of Elementary Education, 4(2), 179–186. https://doi.org/10.23887/ijee.v4i2.25295

    Write a comment