HIV (Human Immunodeficiency Virus) tetap menjadi tantangan kesehatan global yang signifikan, terutama di kalangan remaja. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja adalah individu yang berusia antara 10 hingga 19 tahun. Pada usia ini, remaja mengalami berbagai perubahan fisik dan emosional yang dapat memengaruhi kesehatan mental mereka. Pengetahuan yang terbatas tentang HIV, stigma sosial, dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan sering kali memperburuk keadaan ini, menciptakan tantangan yang kompleks bagi mereka yang terdiagnosis dengan virus ini.
Kesehatan mental memiliki peran penting dalam kehidupan remaja. Beberapa penilitian menyebutkan bahwa orang dengan penyakit mental parah berkontribusi pada openingkatan resiko penularan HIV antara 30% dan 60% (Yatim & Atmosukarto, 2022). Stigma yang melekat pada HIV dapat menghambat remaja untuk mencari bantuan, baik dalam hal kesehatan fisik maupun mental. Hal ini menciptakan siklus yang sulit, di mana kesehatan mental yang buruk dapat meningkatkan risiko terpapar HIV, dan sebaliknya, diagnosis HIV dapat memperburuk kondisi kesehatan mental.
Program-program edukasi yang tepat menjadi sangat penting dalam membantu remaja memahami risiko dan pencegahan HIV. Sepanjang tahun 2024, PKBI Jawa Timur telah melakukan upaya yang signifikan dengan menjangkau 372 remaja dari populasi kunci laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL), transgender (TG), dan pengguna narkoba suntik (penasun). Dari jumlah tersebut, sebanyak 89% telah melakukan tes HIV, hal ini menunjukkan pentingnya akses terhadap layanan kesehatan dan deteksi dini.
Hasil dari tes HIV yang telah dilakukan oleh PKBI Jawa Timur kepada remaja populasi kunci LSL cukup mengkhawatirkan, dengan 8% remaja terdiagnosis positif HIV. Data ini menunjukkan bahwa meskipun edukasi telah dilakukan, risiko penularan HIV di kalangan remaja masih tinggi. Hal ini menyoroti perlunya pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam mendukung kesehatan mental dan fisik remaja. Tanpa dukungan yang memadai, remaja yang terdiagnosis HIV mungkin mengalami masalah kesehatan mental yang signifikan, seperti kecemasan, depresi, dan isolasi sosial.
Kesehatan mental dan HIV saling terkait dalam cara yang kompleks. Remaja yang berjuang dengan masalah kesehatan mental mungkin lebih cenderung melakukan perilaku berisiko, seperti hubungan seksual tanpa kondom dan penggunaan narkoba suntik. Di sisi lain, menghadapi stigma dan diskriminasi karena diagnosis HIV dapat memperburuk kesehatan mental mereka. Oleh karena itu, penting untuk memahami hubungan ini agar intervensi yang tepat dapat dilakukan.
Dalam konteks ini, keterlibatan keluarga, teman, dan masyarakat sangat penting. Mereka berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana remaja merasa aman untuk berbagi pengalaman dan mencari bantuan. Dukungan dari orang terdekat dapat membantu remaja mengatasi tantangan yang mereka hadapi, baik dari segi kesehatan mental maupun fisik.
Keluarga yang peka terhadap kondisi anggotanya dengan status HIV tentu mendukung pemulihan dan pengelolaan rasa sakit psikis maupun fisik (Yatim & Atmosukarto, 2022). Kekompakan keluarga memperkuat kemampuan keluarga untuk menghadapi tekanan eksternal yang mungkin dihadapi. Selain itu, relasi pertemanan akan sangat berdampak untuk perkembangan dan fungsi yang sehat bagi remaja, terutama dukungan yang diterima dari teman sebaya yang dapat mempengaruhi persepsi dan harga dirinya (Yatim & Atmosukarto, 2022). Sebagai teman, yang bisa dilakukan ialah dengan tidak memberitahukan kepada siapapun terkait status HIVnya tanpa izin dari yang bersangkutan, bersikap perhatian atau hadir untuk berdialog, melakukan hal yang sama-sama disukai untuk mengurangi stres, jika orang lain mengatakan hal buruk terkait HIV positif maka cobalah untuk membantu dengan memahami fakta terkait HIV.
Pendidikan yang efektif juga harus mencakup informasi tentang HIV dan kesehatan mental. Program-program yang memberikan pengetahuan tentang risiko, pencegahan, dan pengelolaan kesehatan mental dapat membantu remaja membuat keputusan yang lebih baik. Dengan memahami hubungan antara HIV dan kesehatan mental, remaja dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan yang mungkin mereka hadapi.
Selain itu, akses ke layanan kesehatan mental yang profesional dan sensitif terhadap isu HIV sangat penting. Terapi dan konseling dapat memberikan ruang bagi remaja untuk berbagi pengalaman mereka dan belajar cara mengatasi stres, kecemasan, dan depresi. Masyarakat harus berupaya untuk mengurangi stigma yang sering kali menyertai diagnosis HIV, sehingga remaja merasa lebih nyaman untuk mencari bantuan.
Klinik Utama PKBI Jawa Timur menyediakan layanan tes HIV dan layanan konseling kesehatan mental yang profesional, sensitif terhadap isu HIV, serta ramah remaja dan anti diskriminasi. Jangan ragu untuk datang dan mendapatkan dukungan yang dibutuhkan dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Akses layanan kami dan bersama-sama kita ciptakan masa depan yang lebih baik bagi remaja!
Kontak:
Hotline WhatsApp PKBI JATIM: [0823-2360-2830]
Alamat Klinik Utama PKBI JATIM: [Jl. Indragiri No.24, Darmo, Kec. Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur 60241]
Website: [https://pkbi-jatim.or.id/]
Instagram: @klinikutamapkbijatim @pkbijawatimur
Sumber Referensi:
World Health Organization. (2024, November 1). Mentransformasi kesehatan remaja: Laporan komprehensif WHO tentang kemajuan dan kesenjangan global. https://www.who.int/indonesia/id/news/detail/01-11-2024-transforming-adolescent-health–who-s-comprehensive-report-on-global-progress-and-gaps
Yatim, D. I., & Atmosukarto, I. I. (2022). HIV dan Kesehatan Mental.